Mentalitas Pemenang Jadi Kunci Kesuksesan

Alkisah, ada seekor tikus yang bosan menghindari seekor kucing.
Si tikus lalu berdoa, memohon agar dirinya bisa menjadi kucing. Dan secara ajaib doanya terkabul. Ia pun berubah menjadi kucing.
Tapi itu tak bertahan lama. Ia resah masih harus berlari-lari kali ini menghindar dari si anjing.
Ia pun lalu berdoa lagi memohon agar bisa menjadi anjing. Dan ajaib! ia seketika berubah menjadi anjing.
Tapi, tak lama ia menikmati menjadi anjing, ia harus berlari lagi. Kali ini menghindari anak-anak nakal yang selalu mengganggunya di ujung jalan.
Ia pun lagi-lagi berdoa agar ia bisa berubah menyerupai anak-anak itu. Tapi……
Tuhan berkata, "Percuma saja kuubah dirimu jadi apapun, karena mentalmu tetap saja mental seekor tikus! Maka, ku kembalikan sajalah kamu menjadi tikus".
Halooo…..Sahabat!
Semoga Anda dalam keadaan sehat, tetap antusias & selalu FUN!
Nah, biasanya jam segini adalah waktu santap kopi, Hm…sambil santap kopi di pagi yang sejuk ini, Anda bisa santap juga sajian motivasi sebagai penambah energi.
Hm..Cerita diatas semoga benar-benar menyadarkan kita akan pentingnya sebuah MENTALITAS. Baik Anda yang sekarang menjadi karyawan atau pengusaha, haruslah memiliki mental pemenang. Mental pemenang adalah selalu proaktif fokus mencari peluang, solusi, penuh dengan ide kreatif dan selalu mengasah kemampuannya untuk mampu bersaing. Karena jika kita tidak mempunyainya, pasti banyak mengalami kekalahan & keterpurukan. Mentalitas kita pun di uji saat tantangan datang melanda. Dan terkadang dalam diri kita muncul lah yang di namakan mental defense. Sebagai contoh yang bukan sosok mental pemenang, banyak karyawan yang berpuluh-puluh tahun kerjapun, banyak yang posisinya masih sama sampai menjelang masa pensiun. Tidak ada pengembangan dalam diri mereka dan dalam kesehariannya pun hanya mengeluh tentang keadaan. Dari sisi pengusaha, Ada juga pengusaha yang tidak berkembang dan akhirnya bangkrut. Karena mereka tidak mau menjemput rejeki, maunya menunggu. Alhasil mereka tidak bisa bersaing dengan kompetitior, banyak hutang yang belum dilunasi, tak jarang dari mereka stress dan mengalami gangguan jiwa. Jika saya amati, kebanyakan dari mereka gagal bukan mereka tidak bisa, tapi tidak mempunyai sikap mental positif untuk berkembang, kebanyakan diantara mereka tidak mau mencoba dan…. Mereka mempunyai sifat dewa. Hehehe.. ya, sudah merasa paling tahu, paling benar, dan tidak menerima saran. Dan bagi Anda, baik karyawan dan pengusaha yang merasakan hal ini, simaklah baik-baik apa yang dikatakan Joe Vitale seorang presiden hypnothic marketing di Texas, "Semua orang bisa segera sukses, asal mereka mempunyai mental yang positif, Dan mental positif adalah mereka yang selalu mengambil tindakan terus menerus dengan berbagai cara dan mau bertanya kepada orang yang sudah lebih dahulu sukses".
Hm…berbicara mengenai mentalitas saya teringat dengan pepatah yang mengatakan, rumput tetangga selalu tampak lebih hijau. Begitu pun dalam analogi si pemalas vs pemburu. Terkadang, baik pengusaha atau karyawan pemalas sering merasa iri dengan karyawan atau pengusaha yang sudah berhasil. Mereka akhirnya larut dalam berandai-andai. Andai saya bisa seperti mereka, kapan ya bisa seperti mereka, andai Tuhan tidak memberikan kepedihan ini (Loh…loh ko jadi nyalahin Tuhan ya). Hm.. sering mereka tidak sadari bahwa orang yang sukses baik jadi karyawan atau pengusaha, sebenarnya mereka telah membayar harga yang mahal demi mencapai kesuksesannya. Dan orang sukses inilah yang sering disebut sebagai pemburu handal. Tak kenal lelah, tidak terpengaruh hal negatif. Mereka selalu bersemangat untuk mencari buruannya. Selalu menyusun strategi agar bisa bersaing dengan pemburu lain. Dan mereka selalu merawat bedil sebagai senjatanya dan berlatih di waktu senggang.
Berbicara soal mentalitas, hm…jangan-jangan selama ini kita hanya menjadi si complainer. Suatu sikap yang mudah menuntut, mengharapkan situasi berjalan sebagaimana mestinya. Bersikap idealis tapi idealisme ini lebih dipakai untuk mengeluh dan mengkritik berbagai hal yang tidak disukainya. Si complainer ini membangun dalam diri mereka emosi-emosi tidak menyenangkan yang selalu dibagikan setiap saat. Tidak jarang energi negatif mereka mempengaruhi orang lain. Dan pada akhirnya dalam hal produktivitas pun mereka rendah. Akibatnya jika Anda seorang karyawan atau pengusaha yang mempunyai sikap complainerbersiaplah karir Anda melaju dengan lambat. Maka mulai dari sekarang mari membangun mental go-getter.
Go-getter adalah sikap optimis dan berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Terhadap berbagai situasi yang tidak menyenangkan, para go-getter ini pun berusaha melakukan sesuatu untuk mengubahnya. Mereka berfokus pada energi serta emosi yang menyenangkan. Saat mereka mampu melakukan sesuatu untuk merubah, mereka akan bertindak. Namun, tatkala tidak mampu melakukan sesuatu, mereka akan berkata, "Baiklah, kita tidak bisa mengubah sesuatupun disini, kita terima dulu. kalau ada yang salah, kita akan selalu bisa membicarakan untuk mengubahnya". Semangat mereka yang demikian, justru membuat mereka cepat beradaptasi dengan situasi dan merekalah yang akhirnya mencapai hal yang terbaik dari situasi maupun aturan yang berubah.
Masih soal mentalitas, saya teringat kisah klasik tentang seekor domba yang jengkel karena dikejar-kejar serigala. Maka, suatu hari ia memutuskan untuk memakai baju seperti serigala. Wah… betapa bahagianya saat Ia memakai baju serigala itu. Ia merasa kini ia tidak ketakutan lagi. Setelah baju serigala ia kenakan, dengan gagah ia berjalan ke kawanan serigala. Tidak ada seekor serigala pun yang mencurigainya. Namun, datanglah saat dimana seekor serigala mulai melolong dan mengeram mengeluarkan taringnya karena siap berkelahi diantara sesama mereka, tiba-tiba apa yang terjadi dengan domba yang berbaju serigala itu? Hu….. seluruh tubuhnya menjadi gemeteran, dan ia pun jatuh pingsan!
Cerita tadi adalah gambaran yang menarik mengenai perlunya mengubah mentalitas sebelum mengubah kebiasaan dan cara hidup kita. Segalanya dimulai dari apa yang kita pikirkan. Pada domba itu yang berubah hanyalah fisik luarnya saja. Namun, jiwa dan mental yang mengendalikan fisik itu masih tetap seekor domba. Tidak heran kan jika domba tersebut pingsan, tatkala para serigala mulai mengeluarkan taring-taringnya.
Hal yang sama juga berlaku pada para karyawan atau pengusaha yang ingin menjadi sosok berprestasi. Untuk berprestasi biasanya setiap proses dimulai dengan begitu bersemangat, antusias dan penuh percaya diri. Di awal-awal memulai proses, mereka begitu bertenaga dan penuh vitalitas. Namun, datanglah masa-masa kelam, ketika kesulitan dan tantangan mulai berdatangan. Keadaan ideal yang mereka impikan dan perhitungkan, ternyata tidak terjadi. Datanglah rasa pesimis melanda, semangat mereka pun mulai mengendor. Mereka akhirnya mulai membayangkan kembali pada kenyamanan untuk menjadi seseorang yang biasa saja tanpa prestasi. Tak perlu lebih produktif pun, tetap di gaji, itu kata karyawan. Tak perlu terlalu berinovasi pun, toh juga pelanggan datang tiap hari, itu kata pengusaha.
Mengenai mental pemenang, saya teringat dengan sosok Jackie Chan. Sebagai salah satu dari segelintir bintang film Asia yang berhasil diakui Hollywood, perjuangan Jackie Chan sungguh meletihkan . Lahir tahun 1956 di keluarga yang sangat miskin, dia lalu dikirim ke China Opera Academy sejak usia 7 tahun. Selama sepuluh tahun ia di didik dengan cara-cara brutal untuk pertunjukan silat. Sebulan sekali, ia hidup dari anggota palang merah yang mendatangi mereka untuk memberikan makanan serta pakaian yang layak. Karena Jackie Chan memiliki mental pemenang, penggemblengan atas kesempurnaan yang didapatnya selama sepuluh tahun sejak usia mudanya menjadikannya sebagai aktor dengan disiplin tinggi untuk mencapai kesempurnaan dalam bidangnya. Kesempurnaan baginya adalah sebuah obsesi dan kesenangan. Ia mengatakan, "senang rasanya ketika orang menonton film saya lalu berkata, hebat sekali, bagaimana ia melakukannya?" Jackie Chan telah membayar ongkosnya sejak kecil dengan cara cambuk, dipukul dan berjam-jam dipaksa berlatih selama puluhan tahun. Itulah ongkos yang harus dibayar olehnya. Waw… itulah mentalitas seorang pemenang. Untuk menjadi seperti sekarang, Jackie Chan harus membayar harga yang mahal terlebih dahulu sebelum akhirnya dia dibayar mahal hehehe….
Dari cerita diatas, dapat dibayangkan jika Jackie Chan tidak mempunyai mental seorang pemenang, pasti pada saat penggemblengan dia akan lari, lapor polisi, berteriak, update status (waktu itu mungkin belum ada hehe). Atau dia akan sering mengeluh kesakitan dan mengkritik para mentornya bahwa cara mendidik yang mereka lakukan salah. Jika itu sampai terjadi, kita semua tidak akan mengenal sosok Jackie Chan, seorang master bela diri.
Pada akhirnya, jika kita ingin lebih sukses dari sekarang mulailah untuk membentuk mental pemenang yang selalu ingin mengembangkan potensi yang dimiliki. Terus melakukan tindakan demi tindakan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Tidak menjadi sosok complainer yang setiap harinya hanya mengeluh dan mengkritik di belakang tanpa memberikan aksi solusi yang nyata. Jadi lah sosok go-getter yang mempunyai mental pemenang dan selalu fokus pada solusi. Sadarlah jika kita memiliki mental pemenang, untuk menjadi lebih sukses dan berprestasi ada ongkos yang harus dibayar. Perlu diingat, yang instan itu tidak sehat!
Pertanyaannya, berapa ongkos yang berani Anda bayar untuk mencapai kesuksesan dalam bidang yang Anda tekuni sekarang?
Sahabat, semoga makna dari tulisan ini bermanfaat bagi kita semua ya. Mari bersama-sama mencapai kesuksesan dengan memiliki sikap mental pemenang.
"When you grow, Your income will grow" Zig ziglar
Have A Great Day!
Ahmad Madu